Minggu, 08 Januari 2017

PENGARUH INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP BESARAN UPAH MINIMUM REGIONAL DI INDONESIA TAHUN 2000 - 2014


1.      Pendahuluan
Upah minimum di negara berkembang adalah instrumen pemerintah yang memungkinkan pekerja mendapat standar hidup yang layak atau untuk mencapai kesejahteraan. Namun, efektivitas instrumen ini mungkin terbatas, dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha. Pemerintah harus mampu mengkalkulasikan secara efektif dan efisien berapa kira-kira besaran upah minimum dengan memperhatikan variabel ekonomi dan maksimalisasi profit pengusaha. Menurut penelitian José Aixalá dan Carmen Pelet (2010), variabel ekonomi yang mempengaruhi upah minimum antara lain kondisi ekonomi, tingkat harga, dan tingkat pengangguran suatu negara.
Upaya pemerintah dalam menetapkan upah minimum yaitu dengan berdasarkan pada hasil survey KHL (kebutuhan Hidup Layak). Survey KHL dilakukan oleh dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah dan pihak netral yang berasal dari akademisi. KHL ialah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. KHL berisikan sejumlah komponen yang diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Komponen dari survey KHL antara lain, Makanan dan Minuman (11 item), Sandang (13 item), Perumahan (26 item), Pendidikan (2 item), Kesehatan (5 item), Transportasi (1 item), dan Rekreas & Tabungan (2 item).

Upah Minimum rata-rata di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan upah minimum cenderung terkait dengan variabel-variabel ekonomi. Upah minimum rata-rata meningkat dari Rp. 216.500,- di tahun 2000, menjadi Rp. 1.595.900,-  ditahun 2014 (BPS).

  Sumber: data BPS


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran mempengaruhi penentuan besaran rata-rata upah minimum di Indonesia. Pada bagian kedua, penelitian ini memaparkan tinjauan pustaka sebagai dasar penulisan, pada bagian ketiga memaparkan metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini, pada bagian keempat menjelaskan hasil dari analisis model, dengan disertai gambaran umum variabel penelitian. Selanjutanya, kesimpulan penelitian ini.

2.      Metode Penelitian

Data penelitian berasal dari website BPS untuk Upah Minimum, dan untuk Inflasi, tingkat pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi berasal dari data World Bank. Variabel upah minimum adalah upah minimum rata-rata dari 33 Provinsi di Indoensia, Inflasi menggunaka Indeks harga Konsumen, tingkat pengangguran merupakan presentase pengangguran terhadap angkatan kerja. Objek penelitian adalah Negara Indonesia dengan kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2014.
Penelitian ini menggunakan Regresi OLS (Ordinary Least Square) berganda dengan persamaan sebagai berikut:
UMR1 = b0 + b1Y + b2INFLASI + b3UNEMPLOYMENT + ei  

3.1  Analisis Model dan Pembahasan
4.1.1        Analisis Model Regresi OLS
Dengan menggunakan bantuan Eview Estimasi Model OLS nampak pada gambar dibawah ini. Penelitian ini menghasilkan persamaan:
UMR = 958386.3 + 180041.3 Y - 11579.58 INFLASI - 128749.2 UN + ei
Dependent Variable: UMR


Method: Least Squares


Date: 06/19/16   Time: 08:42


Sample: 2000 2014


Included observations: 15












Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










Y
180041.3
44258.20
4.067976
0.0019
INFLASI
-11579.58
26854.06
-0.431204
0.6746
UN
-128749.2
47959.50
-2.684540
0.0212
C
958386.3
376442.4
2.545904
0.0272










R-squared
0.732829
    Mean dependent var
735973.3
Adjusted R-squared
0.659964
    S.D. dependent var
397067.7
S.E. of regression
231540.5
    Akaike info criterion
27.76608
Sum squared resid
5.90E+11
    Schwarz criterion
27.95489
Log likelihood
-204.2456
    Hannan-Quinn criter.
27.76406
F-statistic
10.05738
    Durbin-Watson stat
1.227278
Prob(F-statistic)
0.001746














Uji t dan Uji F
            Uji t merupakan pengujian terhadap koefisien dari veriabel bebas secara parsial. Uji ini dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi dari veriabel bebas secara individu dalam mempengaruhi variasi dari variabel terikat. Hipotesa dalam Uji t adalah:
H0 : bi  = 0, i = 0, 1,2,...n
H1 : bi  ≠ 0
            Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan t-statistik pada hasil regresi dengan t –tabel. Jika nilai t-stat > t-tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain terdapat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Sebaliknya jika t-stat < t-tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Pengujian hipotesis dapat juga dilakukan dengan konsep P-Value. Cara ini relatif lebih mudah dilakukan karena tersedia pada menu Eviews 7. Konsep ini membandingkan  α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α, maka H0 ditolak.
            Pada penelitian ini nilai P-Value hanya pada variabel Y dan Unemployment, pada α = 5% dan 10% hipotesa H0 ditolak, artinya pada tingkat keyakinan tersebut pertumbuhan ekonomi dan tingakt pengangguran berpengaruh signifikan terhadap besaran upah minimum. Selanjutnya, Variabel Inflasi tidak signifikan mempengaruhi Upah Minimum pada tingkat keyakinan pada α = 5% dan 10%
            Sedangkan Uji F merupakan uji model secara keseluruhan. Oleh sebab itu Uji F ini lebih relevan dilakukan pada regresi berganda. Pada prinsipnya Uji F memiliki konsep yang tidak jauh berbeda dengan Uji t. Jika Uji t digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara individu, maka Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikat secara bersama-sama. Formulasi dari Uji F adalah sebagai berikut:
Ho : b1b2 =  ....= bn = 0
H1 : paling tidak salah satu b tidak sama dengan nol
            Dengan menggunakan konsep P-Value, maka pada penelitian ini P-Value dari F = 0.001746 Artinya pada α =, 5%, dan 10% hipotesa H0 ditolak. Variabel independen dalam persamaan tersebut secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.1.1.1  Pengujian Asumsi Klasik
Multikolinieritas
Uji multikolinieritas menggunakan VIF (Variance Inflation Factors). Hasil uji multikolinieritas, dapat dilihat pada tabel kolom Centered VIF.  Nilai VIF untuk variabel Y, Inflasi, dan Un sama-sama tidak ada yang lebih besar dari 10 atau 5, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada kedua variabel bebas tersebut. Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier dengan OLS, maka model regresi linier yang baik adalah yang terbebas dari adanya multikolinieritas.  Dengan demikian, model di atas telah terbebas dari adanya multikolinieritas.
Variance Inflation Factors

Date: 06/19/16   Time: 08:43

Sample: 2000 2014

Included observations: 15










Coefficient
Uncentered
Centered
Variable
Variance
VIF
VIF








Y
 1.96E+09
 15.02852
 1.015018
INFLASI
 7.21E+08
 12.99255
 1.730134
UN
 2.30E+09
 44.21276
 1.710545
C
 1.42E+11
 39.64922
 NA











Autokorelasi
Nilai Prob. F(2,43) sebesar  0.5761  dapat  juga  disebut  sebagai  nilai  probabilitas  F hitung. Nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak terjadi  autokorelasi.
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:











F-statistic
0.586703
    Prob. F(2,9)
0.5761
Obs*R-squared
1.730109
    Prob. Chi-Square(2)
0.4210
















Normalitas
Keputusan terdistribusi normal tidaknya residual secara sederhana dengan membandingkan nilai Probabilitas JB (Jarque-Bera) hitung dengan tingkat alpha 0,05 (5%). Apabila Prob JB hitung lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal dan  sebaliknya,  apabila  nilainya  lebih  kecil  maka  tidak  cukup  bukti untuk menyatakan bahwa residual terdistribusi normal. Nilai Prob. JB hitung sebesar 0,45 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal yang artinya asumsi klasik tentang kenormalan dipenuhi.

Linieritas
Apabila nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka model regresi memenuhi asumsi linieritas dan sebaliknya, apabila nilai Prob. F hitung lebih kecil dari 0,05 maka dapat model tidak memenuhi asumsi linieritas. Nilai Prob. F hitung dapat dilihat pada baris F-statistic kolom Probability.  Pada Penelitian ini nilainya 0,4205 lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi linieritas.
Ramsey RESET Test


Equation: UNTITLED


Specification: UMR Y INFLASI UN  C

Omitted Variables: Squares of fitted values












Value
df
Probability

t-statistic
 0.840002
 10
 0.4205

F-statistic
 0.705604
(1, 10)
 0.4205

Likelihood ratio
 1.022734
 1
 0.3119











F-test summary:



Sum of Sq.
df
Mean Squares

Test SSR
 3.89E+10
 1
 3.89E+10

Restricted SSR
 5.90E+11
 11
 5.36E+10

Unrestricted SSR
 5.51E+11
 10
 5.51E+10

Unrestricted SSR
 5.51E+11
 10
 5.51E+10











LR test summary:



Value
df


Restricted LogL
-204.2456
 11


Unrestricted LogL
-203.7342
 10


















Heteroskedastisitas
Keputusan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi  linier  adalah dengan melihat Nilai Prob. F-statistic  (F hitung). Apabila nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 diterima yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas, sedangkan apabila nilai Prob. F hitung lebih kecil dari dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 ditolak yang artinya terjadi heteroskedastisitas. Nilai Prob. F hitung sebesar 0,1388  lebih  besar  dari  tingkat  alpha  0,05  (5%)  sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas.
Heteroskedasticity Test: Glejser











F-statistic
2.256708
    Prob. F(3,11)
0.1388
Obs*R-squared
5.714752
    Prob. Chi-Square(3)
0.1263
Scaled explained SS
4.867243
    Prob. Chi-Square(3)
0.1818











3.1.1.2  Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Atau dapat pula dikatakan sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai R-Square atau Adjusted R-Squared.  R-Square digunakan pada saat variabel bebas hanya 1 saja (biasa disebut dengan Regresi Linier Sederhana), sedangkan Adjusted R-Squared digunakan pada saat variabel bebas lebih dari satu.  Dalam menghitung nilai koefisien Nilai Adjusted R-Squared di atas besarnya 0.659964 menunjukkan bahwa proporsi pengaruh variabel Pertumbuhan ekonomi (Y), Inflasi, dan Unemploymen terhadap variabel UMR sebesar 65,99%. sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada didalam model regresi.


3.1.2        Pembahasan
Dari Output Eviews 7, dapat di jelaskan bahwa koefisien pertumbuhan ekonomi bernilai signifikan positif artinya pada saat peningkatan pertumbuhan ekonomi maka Upah Minimum rata-rata di Indonesia akan meningkat. Kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan meningkatkan Upah minimum rata-rata sebesar Rp.180.041,3 dan Sebaliknya. Hal ini berarti perbaikan kondisi ekonomi akan meningkatkan upah minimum pekerja. Hasil estimasi ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh JP Smith dkk (2002), dimana pada saat krisis ekonomi upah masayarakat turun hingga 40 persen.
Koefisien Inflasi menunjukkan hubungan negatif namun tidak signifikan. Hal ini dirasa aneh, inflasi yang merupakan tingkat harga disaat meningkat seharusnya diikuti oleh kenaikan upah pekerja, namun hal ini terlihat sebaliknya. Ini mengindikasikan bahwa pada saat inflasi meningkat, biaya yang ditanggung pengusaha juga meningkat sehingga pengusaha cenderung menahan atau bahkan menurunkan upah minimum rata-rata pekerjanya. Kenaikan inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan upah minimum rata-rata sebesar Rp. 11.579,58 dan sebaliknya. Namun pengaruh inflasi terhadap upah minimum rata-rata tidak signifikan. Estimasi ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Consuela dan Luminita (2013), yang menyatakan bahwa inflasi positif signifikan mempengaruhi gaji di Rumania. 
Koefisien variabel pengangguran bernilai signifikan negatif mempengaruhi besaran upah minimum rata-rata di Indonesia. Ketika Upah minimum rata-rata meningkat menyebabkan PHK meningkat sehingga pengangguran meningkat di sektor formal, namun penelitian ini membuktikan bahwa pengangguran mempunyai hubungan negatif dengan upah. Hal ini mengindikasikan efek spillover (efek limpahan) dari sektor formal ke sektor non formal. Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Tingkat pengangguran dengan GDP riil memiliki hubungan yang negatif (Mankiw, 2007). Sementara peningkatan GDP akan meningkatkan Upah Minimum.

4.      Kesimpulan
Hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran secara simultan mempengaruhi UMR. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran signifikan, sedangkan inflasi tidak signifikan mempengaruhi upah minimum rata-rata di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan positif, sedangkan Inflasi dan pengangguran mempunyai hubungan negatif dengan upah minimum rata-rata Indonesia.

 DAFTAR PUSTAKA

Consuela Necsulescu, dan Luminita Serbanescu. 2013. Impact of The Inflation on The Exchange Rate And On The Average Salary. Cross-cultural Management Journal. Volume XV, Issue 2 (4)
James P Smith, Duncan Thomas,Elizabeth Frankenberg, Kathleen Beegle, Graciea Teruel. 2002. Wages, Employment and Economic Shocks: Evidence from Indonesia. Journal of Population Economics. Vol. 15: 161-193
José Aixalá dan Carmen Pelet. 2010. Wage Determinants In Spain (1980-2000). Economia Aplicada. Volume v. 14, n. 2, 2010, pp. 199-210
Mankiw, N.Gregory. 2007. Makroekonomi. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga
Website BPS. http: www.bps.go.id
Website World Bank. http: www.wolrdbank.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar